Sudah hampir 2 hari saya berada dikampung halaman. Setelah bekerja keras menyelesaikan skripsi yang banyak menyita waktu. Akhirnya saya punya waktu untuk pulang dan menikmati keadaan di rumah.
Walaupun kampung halaman saya di Kalimantan yang memiliki suhu yang panas. Tetap saja suhu panas di kampung halaman sendiri lebih baik daripada suhu dingin dikampung orang lain. Kampung halaman penuh dengan cerita dan bahagia.
Ada hal yang menjadi pemikiran saya, yaitu mengenai panas. Tidak sedikit yang pernah saya temui, banyak orang yang mengeluh tentang panasnya kampung halaman saya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, orang-orang didaerah lain juga mengeluhkan hal yang kurang lebih sama. Sehingga banyak yang mengaitkan keadaan suhu panas ini dengan global warming.
Kali ini saya tidak membahas tentang global warming,karena udah banyak website atau blog yang membahasnya. Tapi pada saat saya berjalan menemani kakak dan ponakan untuk membayar tagihan listrik, air dan telpon. Saya mencoba berdialog dengan diri saya sendiri dan keadaan itu memang terasa begitu panas.
Saya mengeluh dengan kondisi panas yang begitu menyengat. Setelah menikmati suhu dingin di Malang, terasa kontras ketika menikmati suhu di Kalimantan. Huh.. Gerah bro !!!
Kalau bisa di terjemahkan panas itu dalam kehidupan sehari-hari yang saya alami, seperti cobaan yang menghajar terus-menerus. Seperti tidak terhindarkan, bikin kepala terasa panas, ada yang ganggu sedikit rasanya mau marah saja, keringat bercucuran dll. Penjelasan-penjelasan negatif dalam kepala sepertinya menjadi satu-satunya alasan paling tepat pada saat itu.
Tapi, seketika ada pikiran lain yang menolak segala hal negatif dalam otak saya seiring dengan berhembusnya angin sepoy-sepoy ketubuh saya. Kebetulan pada saat itu saya juga sedang berada dibawah pohon ketapang yang rindang.
Hmmm.. Sejuk sekali angin yang berhembus. Menghilangkan rasa panas seketika.
Kemudian pikiran saya yang lain mengatakan, kenapa sih harus berfokus pada panasnya udara saja? Tuh barusan kamu merasakan sejuknya angin yang berhembus. Kenapa kamu gak berpikir positif? Saat panas menyengat, secara bersamaan kan ada angin yang menyertainya.
Betul juga sih…
Seharusnya saya berpikir positif, tidak mungkin suhu panas akan selamanya panas, pasti ada hal untuk mengatasinya. Bahkan saat itu, saya berada di bawah rindangnya pohon ketapang. Untung saja pikiran saya yang lain mengingatkan, daripada berpikir soal panas, tetap saja panas dan panas yang didapatkan. Tapi, kalau berpikir bahwa panas tidak selamanya panas. Kita hanya perlu mencari tempat yang rindang dan menunggu angin berhembus kemudian nikmati kesejukkannya.
Inilah yang menjadi pilihan kita, pada saat sesuatu hal yang kurang menyenangkan menghampiri. Apakah kita ingin mengeluhkan atau menunggu (sabar) menikmati hal yang kurang menyenangkan itu hingga datang hal yang menyenangkan yang mengiringinya?
Jadi, mau pilih ingat panas atau kesejukkannya?
Hidup memang penuh dengan pilihan. :)
Walaupun kampung halaman saya di Kalimantan yang memiliki suhu yang panas. Tetap saja suhu panas di kampung halaman sendiri lebih baik daripada suhu dingin dikampung orang lain. Kampung halaman penuh dengan cerita dan bahagia.
Ada hal yang menjadi pemikiran saya, yaitu mengenai panas. Tidak sedikit yang pernah saya temui, banyak orang yang mengeluh tentang panasnya kampung halaman saya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, orang-orang didaerah lain juga mengeluhkan hal yang kurang lebih sama. Sehingga banyak yang mengaitkan keadaan suhu panas ini dengan global warming.
Kali ini saya tidak membahas tentang global warming,karena udah banyak website atau blog yang membahasnya. Tapi pada saat saya berjalan menemani kakak dan ponakan untuk membayar tagihan listrik, air dan telpon. Saya mencoba berdialog dengan diri saya sendiri dan keadaan itu memang terasa begitu panas.
Saya mengeluh dengan kondisi panas yang begitu menyengat. Setelah menikmati suhu dingin di Malang, terasa kontras ketika menikmati suhu di Kalimantan. Huh.. Gerah bro !!!
Kalau bisa di terjemahkan panas itu dalam kehidupan sehari-hari yang saya alami, seperti cobaan yang menghajar terus-menerus. Seperti tidak terhindarkan, bikin kepala terasa panas, ada yang ganggu sedikit rasanya mau marah saja, keringat bercucuran dll. Penjelasan-penjelasan negatif dalam kepala sepertinya menjadi satu-satunya alasan paling tepat pada saat itu.
Tapi, seketika ada pikiran lain yang menolak segala hal negatif dalam otak saya seiring dengan berhembusnya angin sepoy-sepoy ketubuh saya. Kebetulan pada saat itu saya juga sedang berada dibawah pohon ketapang yang rindang.
Hmmm.. Sejuk sekali angin yang berhembus. Menghilangkan rasa panas seketika.
Kemudian pikiran saya yang lain mengatakan, kenapa sih harus berfokus pada panasnya udara saja? Tuh barusan kamu merasakan sejuknya angin yang berhembus. Kenapa kamu gak berpikir positif? Saat panas menyengat, secara bersamaan kan ada angin yang menyertainya.
Betul juga sih…
Seharusnya saya berpikir positif, tidak mungkin suhu panas akan selamanya panas, pasti ada hal untuk mengatasinya. Bahkan saat itu, saya berada di bawah rindangnya pohon ketapang. Untung saja pikiran saya yang lain mengingatkan, daripada berpikir soal panas, tetap saja panas dan panas yang didapatkan. Tapi, kalau berpikir bahwa panas tidak selamanya panas. Kita hanya perlu mencari tempat yang rindang dan menunggu angin berhembus kemudian nikmati kesejukkannya.
Inilah yang menjadi pilihan kita, pada saat sesuatu hal yang kurang menyenangkan menghampiri. Apakah kita ingin mengeluhkan atau menunggu (sabar) menikmati hal yang kurang menyenangkan itu hingga datang hal yang menyenangkan yang mengiringinya?
Jadi, mau pilih ingat panas atau kesejukkannya?
Hidup memang penuh dengan pilihan. :)